Pinggiran Pacitan


Ikan bakar berlapis kecap manis memantulkan kilau cahaya matahari pagi, dihiasi irisan bawang merah dan cabai rawit, aroma pedas menggugah selera. 


Nasi tiwul, singkong tumbuk yang memiliki tekstur kasar namun lembut, bersanding akrab dengan nasi putih hangat, keduanya tersaji dalam kukusan bambu sederhana. 


Di sisi lain, tumisan daun hijau segar dan sambal merah yang masih hangat pada cobek tanah liat melengkapi harmoni rasa yang khas. 


Kopi hitam mengepul dalam cangkir tradisional, menyempurnakan pengalaman sederhana namun istimewa ini. 


Dari warung itu,ekspedisi menyusuri jalan selatan Pacitan mengungkap lanskap yang luar biasa. 


Jalanan sempit dengan kontur berbukit meliuk-liuk, menantang setiap pengendara untuk tetap waspada. 


Bukit-bukit hijau menjulang dengan pepohonan kelapa yang bergoyang perlahan, ditiup angin laut.



Tebing-tebing curam membuka pandangan ke laut lepas yang biru cerah, ombak besar pecah di kaki tebing, meninggalkan buih putih yang kontras dengan bebatuan hitam. 


Aroma asin menyatu dengan semilir angin, memacu semangat untuk menjelajah.


Pantai Klayar salah satu yang wajib dikunjungi. Di sini, pasir putih selembut sutra terhampar luas, menyatu dengan batu karang raksasa yang berdiri megah di tepi laut. 


Salah satu karang besar, sering disebut menyerupai sphinx, menjadi ikon pantai ini. 


Ombak besar menghantam karang menciptakan suara khas yang dikenal sebagai “seruling laut”, bunyi yang seolah membawa pesan dari kedalaman samudra. 


Berlanjut ke Pantai Srau, yang menawarkan ketenangan berbeda, dikelilingi bukit-bukit hijau yang subur, pantai ini adalah tempat di mana keheningan menjadi melodi. 


Ombaknya lebih lembut, berbisik kepada pasir putih yang terbentang. Nelayan lokal terlihat sibuk memperbaiki jaring mereka, menggambarkan harmoni antara manusia dan alam. 


Di sisi lain, terdapat Pantai Watu Karung, surga bagi para peselancar. Ombak tinggi dan sempurna, diapit oleh batu karang besar yang kokoh, memberikan kesan kekuatan dan keindahan yang saling melengkapi.


Sepanjang perjalanan, tidak hanya pantai yang menjadi daya tarik. Kontur tanah Pacitan menghadirkan pemandangan persawahan hijau yang bertingkat di lereng-lereng bukit. 


Petak-petak sawah itu ditata rapi, membentuk pola-pola yang terlihat seperti lukisan alami. 


Di beberapa lembah, sungai kecil mengalir dengan air yang jernih, memantulkan cahaya matahari yang terhalang pepohonan rindang. 


Rumah-rumah penduduk dengan dinding kayu dan atap genteng terlihat sederhana, tetapi hangat, menyatu dengan harmoni alam sekitarnya.


Di pinggir jalan, warung-warung kecil menjadi tempat persinggahan yang menyenangkan. 


Penduduk lokal menyambut dengan senyum hangat, ramah dan tulus.



Saya memesan es kelapa di Pantai Soge, suasana tenang dan asri, meski di pinggir jalan.


Garis pantai membentang luas, pasirnya terlihat lembut dengan warna kekuningan khas pantai tropis. Orang-orang duduk di tepi laguna, santai menikmati kelapa muda. []


Tabik,

Ahmad Fahrizal Aziz

Blogger, Aktivis Literasi, suka jalan-jalan dan nongkrong

Posting Komentar

Tinggalkan komentar di sini, terima kasih sudah mampir.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak