Segelas kombucha ice coffee adalah harmoni yang tak terduga, perpaduan yang membawa indera kita pada perjalanan penuh kejutan.
Saat tegukan pertama menyentuh lidah, rasa asam yang halus membangkitkan kesegaran, seperti embun pagi yang menyentuh daun teh.
Di belakangnya, kopi hadir dengan pahit yang lembut, meninggalkan jejak kehangatan yang kaya dan penuh kedalaman.
Ada semburat manis samar yang menyeimbangkan semuanya, seperti bisikan gula yang malu-malu di tengah gemuruh rasa.
Lalu, gelembung-gelembung kecil dari fermentasi menyentil lidah, memberikan sensasi karbonasi yang ringan, menari di dalam mulut.
Kombucha, minuman fermentasi yang berasal dari Asia Timur, konon telah ada sejak 220 SM, dimulai di Cina pada masa Dinasti Qin.
Disebut "Teh Keabadian", kombucha awalnya dibuat dari teh hitam atau hijau, dicampur dengan gula, lalu difermentasi menggunakan SCOBY (Symbiotic Culture of Bacteria and Yeast).
Kombucha dianggap memiliki manfaat kesehatan yang berlimpah, dari meningkatkan pencernaan hingga memperkuat sistem imun.
Kombucha menyebar ke Rusia dan Eropa Timur, menjadi bagian dari tradisi kesehatan negara-negara tersebut.
Di sisi lain, kopi, dengan sejarahnya yang tak kalah kaya, ditemukan pertama kali di Ethiopia sebelum menyebar ke dunia Islam dan akhirnya ke Eropa.
Pada abad ke-20, kopi menjadi salah satu minuman paling dicintai di dunia, melahirkan budaya yang mengakar kuat.
Kisah kombucha dan kopi bertemu di abad ke-21, di tengah era eksperimen rasa dan inovasi gastronomi.
Tren "third wave coffee" membawa kopi ke ranah seni, sementara kombucha menjadi bintang di dunia minuman kesehatan.
Pecinta minuman mencari cara untuk memadukan manfaat kombucha dengan keunikan rasa kopi, menghasilkan kombinasi yang tak terbayangkan sebelumnya.
Awalnya, kopi digunakan untuk menggantikan teh dalam fermentasi kombucha, namun terdapat tantangan teknis yang membuatnya kurang mulus.
Akhirnya, kopi mulai ditambahkan dalam fermentasi kedua, menciptakan rasa yang lebih harmonis tanpa mengganggu keseimbangan SCOBY.
Kenangan pertama saya menikmati kombucha ice coffee adalah di De Classe Gelato, Blitar.
Disajikan pada botol kaca flip top, dengan gelas bening berisi es kristal.
Segelas kombucha ice coffee tersaji penuh rasa penasaran. Warnanya cokelat muda dengan kilauan jernih, dihiasi lapisan es yang berkilauan di bawah sinar lampu kuning remang.
Tegukan pertama adalah ledakan rasa—keasaman fermentasi yang ceria, diikuti oleh kepekatan kopi yang melankolis.
Setiap tegukan mengundang perenungan; percakapan rasa antara dua budaya yang bersatu.
Kombucha ice coffee adalah simbol dari inovasi modern yang tetap menghormati tradisi.
Ia menggabungkan sejarah panjang dengan sentuhan segar, memadukan dua dunia yang berbeda menjadi satu.
Di salah satu sudut kota kecil ini, saya menemukan bahwa terkadang, keajaiban rasa bisa ditemukan di tempat-tempat yang tak terduga, mengingatkan kita bahwa setiap tegukan memiliki cerita yang layak untuk diungkapkan. []
Tabik,