Debat Nyontek


Debat Nyontek



Kaji Beki, cawabup Blitar nomor urut 01 melakukan interupsi saat mengetahui Paslon 02 menjelaskan sambil "nyontek" alias membaca.


"Ini tidak netral," ucapnya, sayup, lalu diikuti dengan adegan turun panggung sambil menggandeng Pak Rijanto, calon Bupati.


Debat dihentikan, suasana Hall Kampung Coklat jadi riuh, meluber ke jalan-jalan, suara dua pendukung saling bersahutan.


Debat Cabup/Cawabup Blitar pada Senin, 4 November 2024 pun jadi sorotan media massa, bahkan hingga media nasional.


***



Debat "nyontek" sudah ramai sejak 2020 silam, terutama menyasar calon bupati Rini Syarifah atau Mak Rini.


Lebih sering membaca teks, daripada improvisasi, hal yang sama sepertinya masih terulang pada debat 2024 ini.


Jika dulu hal itu dianggap wajar karena pendatang baru, kali ini tentu beda, sebagai petahana.


Desakan agar pada debat berikutnya dilarang membawa "contekan" pun mengemuka.


Kenapa? Agar calon kepala daerah bisa menjelaskan secara alami, ide, gagasan, garis besar kepemimpinan, meski tak sama persis dengan teks visi misi.


Seharusnya memang tak perlu sama antara teks visi misi dengan penjelaskan verbal, selama substansinya sama. 


Kemampuan menjelaskan dianggap bagian dari penguasaan isu dan pemahaman sang calon atas realitas yang ada di Kabupaten Blitar.


Sejauh mana pula independensi mereka, apakah memang merdeka dalam berpikir dan tidak dikemudiakan orang di balik layar.


Bagi Mak Rini, Bupati petahana, itu seharusnya bukan hal sulit. Pengalaman selama memimpin cukup menjadi bekal wawasan, penguasaan atas realitas.


Bagi calon wakilnya, Abdul Goni, mungkin beda lagi, sebagai pendatang ia harus belajar lebih giat, memahami Kabupaten Blitar, baik via data maupun realitasnya. Itu tak mudah. Butuh waktu.


Meskipun membawa catatan tak selalu salah, misalkan ketika calon harus menjelaskan data, prosentase, jumlah dan lain sebagainya.


Daripada keliru, bukankah lebih baik "nyontek" catatan? Itu artinya, sang calon mengantongi data, bukan asal bunyi. Terukur dan bisa dipertanggungjawabkan.


Baru pada fase debat, yang mengharuskan calon mengeksplorasi gagasannya, catatan tak lagi diperlukan.


Dia bisa menjelaskan lebih dalam, mengelaborasi, bahkan menambahkan hal-hal yang belum tertulis.


Bukankah itu yang diharapkan masyarakat?


Tabik,


📸 TvOne News


Ahmad Fahrizal Aziz

Blogger, Aktivis Literasi, suka jalan-jalan dan nongkrong

Posting Komentar

Tinggalkan komentar di sini, terima kasih sudah mampir.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak