Resiko memberi usul adalah, harus mau menjalankan usul tersebut.
Itulah yang saya usulkan agar dalam kepanitiaan dibentuk SC dan OC, termasuk untuk Musyda III PDPM Kabupaten Blitar.
***
Sejak dilantik pada 11 April 2021 silam, rasanya belum banyak kontribusi yang saya berikan untuk Pemuda.
Momentum itupun muncul saat Rapimda I, 26 Juni 2023 di Hotel Puri Perdana, berbarengan dengan seminar "Pemuda Negarawan" yang menghadirkan anggota DPRD Jawa Timur.
Saya menyediakan diri menjadi moderator, meski pasca acara ternyata jadi polemik di kalangan PDM, atau warga Muhammadiyah terkait acara tersebut.
Rapimda I sebenarnya membahas agenda Musywil PWPM Jatim di Banyuwangi, ketika PDPM Kab. Blitar harus mendelegasikan 50 peserta karena memiliki 15 PCPM.
Gayung pun bersambut, selepas acara "kontroversial" di Puri Perdana, dilanjutkan acara Musywil di Banyuwangi.
Setelah agenda tersebut, menyusul acara Baitul Arqam Dasar (BAD) 25-26 November 2023, saya menjadi Master of Training. Terlibat penuh dalam persiapan acara.
Kira-kira itulah 3 agenda yang saya terlibat lumayan intens sejak pelantikan 2021 itu. Bukan berarti tidak (mau) aktif, namun seperti ini penjelasannya:
Jelang Musyda II tanggal 20 Februari 2021, Panlih memang menghubungi jika saya direkomendasikan untuk maju sebagai calon formatur.
Sekadar meramaikan, nama saya pun muncul sebagai calon formatur, dan tak terpikir akan terpilih. Lagipula, siapa saya saat itu di kalangan Pemuda?
Tak dinyana, masuk dalam 11 formatur terpilih, dan amanah baru sebagai Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Kabupaten Blitar pun tersemat.
Rapat-rapat awal terasa canggung sebagai orang baru yang "ditata" namun tak pernah diajak diskusi terkait komitmen atau proyeksi program PDPM ke depan.
Lagipula, saya mendapat posisi sebagai wakil ketua PDPM yang membidangi Riset dan Pariwisata. Suatu bidang yang teramat Musykil bisa dijalankan atau mendapat prioritas.
Sejak saat itu, saya menyadari sekadar menjadi "pelengkap struktural" dan bukan "tim inti" atau inner circle.
Sebagai orang yang berorganisasi sejak remaja, tentu sangat memahami itu dan tidak menyalahkan jika memang begitu adanya.
Selama proses Rapimda dan Musyda II saya memang tidak terlibat dan tidak mengikuti arus politik internal.
Masuk ke struktur PDPM saat itu tak lain karena bujukan beberapa nama, 3 di antaranya adalah Ust. Umar Abidin, Mas Erfa'i dan Pak Bukhari Muslim.
***
Dalam persiapan Musyda III, termasuk Rapimda di dalamnya, saya menjadi SC dan itu semacam plot twist.
Tak pernah menduga jika setahun terakhir kepemimpinan PDPM saya akan "memikul" peran ini, justru ketika terjadi ontran-ontran di dalamnya.
Apa ontran-ontran itu? Perlu ulasan dan bahasan tersendiri.
Tabik,
Ahmad Fahrizal A.