Cerita dari Balik Layar Latgab Kokam



Di antara sekian keterlibatan menjadi panitia acara di Muhammadiyah, Latgab Kokam kemaren menjadi keunikan tersendiri.


Tentu, karena acara di Hutan, persiapan lebih kompleks.


Di hutan tidak ada listrik, maka harus membawa genset. Sumber air juga "tidak sudekat", maka harus memboyong tandon air dan bolak balik mengisinya dari sumur tetangga, diangkut mobil pick up.


Air untuk keperluan wudhu dan memasak.


Di hutan juga tidak ada kos-kosan atau asrama, maka harus memasang tenda. Tenda barak untuk forum dan shalat berjamaah, tenda-tenda kecil untuk tidur peserta.


Satu lagi, di hutan juga tidak ada toilet umum, dan WC portabel dari DLH yang pernah dipinjam untuk acara Musyda di Unisba tahun lalu juga sedang perbaikan.


Lantas panitia membuat toilet dadakan, melubangi tanah, memasang saluran pipa dan skat-skat plastik setinggi pinggul. WC yang menyatu dengan alam. Semriwing.


Lalu, untuk makan? Di sekitar hutan juga belum ada warung Nasi Padang, maka dibuatlah dapur umum, beberapa pria perkasa memainkan skill mengaduk aron beras hingga menjadi gumpalan nasi empuk di dalam dandang jumbo.


Sebab belum ada pabrik yang memproduksi rice coocker raksasa, untuk menyajikan 100 porsi nasi dalam satu waktu.


Skill lainnya adalah memotong sayur, daging, menggoreng tahu, tempe dan telur, serta menyatukannya dengan bumbu-bumbu dapur.


Peserta diminta memetik daun jati sebagai pengganti piring. 


... selamat makan.


***



Keunikan lainnya, saya harus membuat rundown acara. Ini bukan perkara mudah sebab dunia ke-Kokaman bukan hal yang saya pahami.


Mengalir saja, Komandan Ashuri akhirnya datang meski kakinya masih cedera setelah terpeleset dari Masjid pasca Shalat Jumat pada hari sebelumnya.


Konsep apel/upacara sepenuhnya di bawah bimbingan beliau, dan ternyata panitia maupun peserta cukup cepat menyesuaikan.


Acara malam, berupa jelajah hutan juga dikonsep dadakan, agak khawatir juga, sebab mereka harus menyusur hutan jati yang gelap, namun semua berjalan lancar. Alhamdulilah.


Meski ada peserta yang punya keluhan pusing, masuk angin, dsj, namun relatif bisa teratasi.


Jelang tengah malam baru bisa istirahat. Beberapa panitia tidur di tenda barak yang hangat, di atas lantai tanah yang bergelombang, belum dikeramik.


Saya sempat tertidur sebentar, mungkin dua jam, bangun sekitar jam 3 pagi. Konon ada Qiyamul lail.


Tapi ini di hutan, tak seperti penginapan yang bangun bisa langsung cuci muka, ambil wudhu, menggelar sajadah dan seterusnya.


Panitia harus mengisi tandon dulu, airnya habis, dan menjelang fajar itu, tandonnya jepluk pula.. ya salam...


Komandan Ashuri lantas mengajarkan wudhu hemat air, ditampung lewat botol minuman, dan dikucurkan sedikit demi sedikit.


Bisa dibayangkan, betapa lelahnya jadi panitia Latgab, terutama "sie angkut-angkut", perlu fisik yang prima.


Apel penutupan, Komandan Ashuri meminta petugas upacara dari peserta. Briefing sekilas, gladi kotor, gladi bersih, dan lumayan lancar.


Acara diakhiri dengan sesi foto bersama, penyerahan syahadah dan hadiah-hadiah dalam amplop misterius.


Setelah peserta pulang, panitia masih punya tugas akhir angkut-angkut barang yang seabrek, bolak-balik beberapa kali.


Begitulah gambaran singkat kerja kepanitiaan Latgab Kokam. Akhir tahun rencana akan menggelar Diklat, minimal sudah ada gambaran.


Tabik,

Ahmad Fahrizal A.


Ahmad Fahrizal Aziz

Blogger dan Aktivis Literasi

Posting Komentar

Tinggalkan komentar di sini, terima kasih sudah mampir.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak