Film Buya Hamka Bertabur Kata Mutiara


Tangkap layar trailer film Buya Hamka.

Film Buya Hamka diawali adegan pertemuan keluarga, di rumah tahanan Sukabumi, Jawa Barat.

Hamka sudah menua; tampak kerutan khas wajahnya, jenggot lancip, dan sorot tajam mata seorang ulama-penyair yang berpendirian teguh atas prinsip-prinsip hidupnya.

Ia berada di tempat tersebut, antara lain karena sikap kritisnya terhadap rezim Soekarno, seorang tokoh pergerakan nasional yang sebenarnya sangat ia kagumi.

Hamka menitikkan air mata. Melihat wajah istri dan anak-anaknya, mengamati makanan yang tersaji di meja, dimasak sendiri oleh istrinya.

"Begitulah air mata, tiadalah ia memilih tempat untuk jatuh. Tidak pula ia memilih waktu untuk turun," ucapnya.

***

Dari aspek sinematik, film Buya Hamka begitu "mewah", meski memotret kisah Buya Hamka yang hidup antara tahun 1908-1981.

Properti, lokasi, make up artis, sinematografi, dan aspek pendukungnya begitu berkelas. Rumah dan tempat kerja Buya Hamka tampak begitu klasik dan antik.

Mata tak akan bosan memandangnya.

Aspek lain yang juga menjadi kelebihan film ini adalah dialog-dialog yang berkesan, antara Hamka dan Istrinya, antara Hamka dan teman-teman pergerakan. Selain dibumbui kisah romantis yang mendalam.

Namun, ada baiknya sebelum menonton film tersebut, dibekali latar belakang pengetahuan sejarah, terutama era kolonial Belanda dan Jepang.

Disertai juga wawasan singkat tentang Organisasi Muhammadiyah di era sebelum tahun 1960-an, ketika masih berbentuk konsul.

Bahkan bila perlu membaca sedikit biografi Hamka, yang disatu sisi juga dikenal sebagai seorang sastrawan, penulis novel roman bertema kritik sosial.

Film tersebut menjadi sarana yang efektif, tidak saja memperkenalkan sosok Buya Hamka, namun juga membuka pintu memahami sejarah pergerakan nasional, dan dinamika dakwah Islam.

Selamat menonton.
Ahmad Fahrizal A.

Sehebat apapun manusia, akhirnya menyerah juga pada usia. - Safiyah, Ibu Hamka

Jika hidup sekedar hidup, babi hutan juga hidup. Jika kerja sekedar kerja, kera juga bekerja. - Buya Hamka

Bahasa dakwah tidak selalu harus disampaikan melalui ceramah atau pidato di surau atau masjid. Melalui roman yang indah memikat hati, dakwah pasti akan jauh lebih mengena. - Siti Rahham, Istri Hamka

Salah satu pengkerdilan terkejam dalam hidup adalah membiarkan pikiran yang cemerlang menjadi budak bagi tubuh yang malas, yang mendahulukan istirahat sebelum lelah. - Buya Hamka


Ahmad Fahrizal Aziz

Blogger, Aktivis Literasi, suka jalan-jalan dan nongkrong

Posting Komentar

Tinggalkan komentar di sini, terima kasih sudah mampir.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak