Oleh : Ahmad Fahrizal Aziz
Isu agama itu memang mengganggu, setidaknya secara politik. Menguras emosi dan energi. Padahal tidak begitu substansial.
Yang penting itu isu ekonomi, dan hukum yang tidak adil. Dua isu ini tak lebih mengganggu dari isu agama, namun sangat substansial. Jika tidak ditanggapi, dampaknya bisa bermacam, sebab berkaitan dengan hidup mati masyarakat.
Isu agama? Andai kalah dalam isu ini, biasanya kalah dalam kontestasi politik. Penting juga, soal hasrat dan kekuasaan.
Apakah Jokowi tergoda isu agama?
Pilpres 2014 silam, rasanya Jokowi masih santai-santai saja, bahkan foto dalam kertas suaranya tidak menggunakan peci. Hanya mengenakan baju kotak-kotak.
Padahal isu agama menyerang dari berbagai sisi. Mulai dari agama orang tuanya, gelar "H" yang bukan Haji melainkan Handoko, munculnya tabloid obor rakyat, dan masih banyak lagi.
Ya, meskipun berpasangan dengan Jusuf Kalla, yang adalah ketua Dewan Masjid Indonesia. Tetapi pertimbangannya lebih karena elektabilitas. Elektabilitas Pak JK antara nomor 3 dan 4.
Isu agama yang menerpa berguguran satu per satu. Jokowi bisa shalat, bahkan berani menjadi Imam shalat, termasuk shalat magrib, yang mana bacaannya dikeraskan. Bisa. Berarti ia seorang muslim. Terlepas apakah makhroj atau nadanya kurang tepat.
Soal tuduhan gelar H, akhirnya terbukti bahwa itu gelar Haji. Naik haji pada tahun 2003. Dan sederet tuduhan lain, yang akhirnya rontok.
Lalu ada apa dengan pilpres 2019? Apa isu agama menjadi masalah genting?
Sepertinya Jokowi masih santai saja, yang ketar ketir mungkin tokoh-tokoh partai di balik pengusungnya.
Jokowi mungkin memilih Mahfud MD, yang berlatar hukum. Atau memilih tokoh lain yang punya background ekonomi. Itu lebih penting, untuk kerja, kerja, kerja.
Bukan politik, politik, politik, la nanti siapa yang kerja?
Blitar, 11 Agustus 2018