Lebih Dekat Mengenal Sukarni



Sebagai tokoh bangsa, sosok Sukarni sangat lekat dengan peristiwa Rengasdengklok. Ia termasuk dari tokoh muda kala itu, yang mendesak Soekarno-Hatta untuk lekas memproklamirkan kemerdekaan. Namun Sukarni memiliki rekam jejak dalam bidang pergerakan, politik dan pemerintahan yang patut dibaca lebih mendalam.

Lahir dengan nama Sukarni Kartodiwirjo, 14 Juli 1916 di desa sumberdiren kecamatan Garum, Kabupaten Blitar, Sukarni kecil dikenal hobi berkelahi dengan anak-anak Belanda. Ia sendiri lahir dari keluarga yang cukup berada, dan mendapat pendidikan yang baik.

Ia dididik oleh seorang guru bernama Moh. Anwar, pendiri Mardisiswo. Mardisiswo adalah sebuah lembaga Pendidikan semacam Taman Siswa kala itu, yang mengajarkan tentang nasionalisme dan kebangsaan. Karena itulah sejak kecil ia paham siapa Belanda, yang saat itu menjajah bumi pertiwi.




Di usia yang masih belasan tahun ia bergabung dalam sebuah Partai Politik bernama Partindo (Partai Indonesia) dan dikirim ke Bandung untuk mengikuti kursus Perkaderan Politik. Disinilah ia bertemu dengan Soekarno yang kala itu menjadi mentor. Soekarno yang sudah bergelar Insinyur memang dikenal sebagai tokoh pergerakan yang ulung, dan dipuja banyak orang.

Dalam kursus perkaderan politik ini, Sukarni berkenalan dengan teman sejawat yang kemudian juga dikenal sebagai tokoh pergerakan Indonesia seperti Wikana, Asmara Adi, dan SK Trimurti.

Sekembalinya dari Bandung, ia mendirikan Organisasi Persatuan Pemuda Kita yang masih satu jaringan dengan Indonesia Muda. Indonesia Muda adalah organisasi kepemudaan yang menyebar ke berbagai daerah, termasuk di Blitar waktu itu. Organisasi ini mendidik anak-anak muda tentang pentingnya nasionalisme, yang salah satu gerakannya menentang pemerintahan kolonial Belanda.

Sukarni kemudian terus melanjutkan Pendidikan ke Yogyakarta, sampai merantau ke Jakarta, dan pada tahun 1934 berhasil menjadi Ketua Pengurus Besar Indonesia Muda (PBIM). Karena masifnya gerakan Indonesia Muda, maka Belanda pun menjadi resah dan melakukan penggrebekan di kantor PBIM tahun 1936.

Informasi penggrebekan tersebut sudah diketahui Sukarni sebelumnya, sehingga ia bisa melarikan diri. Sampai pada masa terakhir kekuasaan Belanda, Sukarni hidup dalam pelarian. Mulanya ia lari ke Kediri, lalu ke Banyuwangi dan kemudian menyebrang ke Kalimantan.

Sayang ia tertangkap di Balikpapan dan dipenjara di Samarinda. Pengadilan kemudian memutuskan ia dibuang ke Boven Digul, namun dalam masa tunggu ia dipenjara di Garut, Jawa Barat. Belum sampai dieksekusi ke Boven Digul, kekuasaan Belanda jatuh ke tangan Jepang dan Sukarni kemudian dibebaskan.

Meski begitu, keinginan besar Sukarni agar negara Indonesia merdeka tidak pernah surut, apalagi setelah tahu betapa kejamnya kolonial Jepang. Setelah bebas, ia bekerja di kantor berita antara yang didirikan Adam Malik. Pada masa itulah ia berkenalan dengan Tan Malaka, tokoh pergerakan yang sangat mempengaruhi alam berfikirnya.

Aktivitasnya di dunia pergerakan juga terus bergelora. Pada tahun 1943, bersama Chaerul Shaleh ia memimpin Asrama Pemuda di Menteng 31. Tempat ini kemudian menjadi salah satu basis pergerakan anak muda kala itu, dan melahirkan banyak tokoh penting angkatan 45.

Setelah menyerahnya Jepang kepada kelompok Sekutu, golongan muda pimpinan Sukarni pun mengadakan rapat, hasil rapat tersebut mendesak segera diProklamirkan kemerdekaan Indonesia. Hal ini juga didukung pergerakan bawah tanah yang dipimpin Sutan Syahrir.

Sukarni mengusulkan nama Soekarno-Hatta sebagai wakil dari Bangsa Indonesia, yang kemudian tertulis dalam teks proklamasi. Meski awalnya permintaan tersebut ditolak dan terjadilah perdebatan sengit antara golongan tua dan muda, sampai akhirnya Soekarno-Hatta diculik ke Rengasdengklok agar terhindar bisikan dari pihak Jepang untuk menunda Proklamasi.

Setelah itu, Soekarno-Hatta pun memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, dimana Soekarno-Hatta mewakili bangsa Indonesia, sebagaimana usul dari Sukarni.

Kiprah Pasca Kemerdekaan

Peran penting Sukarni selepas kemerdekaan antara lain membentuk Comite van aksi sehari setelah kemerdekaan yang bertujuan mengabarkan kemerdekaan ke seluruh pelosok Indonesia. Melalui jaringannya di kalangan pemuda, dibentuklah Angkatan Pemuda Indonesia (API) dan karena sebagian besar rakyat Indonesia kala itu sebagai buruh, maka dibentuk pula Barisan Buruh Indonesia (BBI) yang kemudian melahirkan Laskar Buruh dan Laskar Buruh Wanita.

Pada 3 September 1945 ia menginisiasi pengambilalih jawatan Kereta Api, bengkel manggarai, stasiun-stasiun kereta api, angkutan umum, dan stasiun radio yang sebelumnya dikuasahi oleh Jepang, sehingga fasilitas publik tersebut menjadi milik Republik Indonesia.

Ia juga salah satu aktor yang menggelar rapat raksasa di lapangan Ikada yang dihadiri ribuan warga. Rapat ini terjadi 19 September 1945, sebagai bentuk dukungan rakyat terhadap kemerdekaan sekaligus menunjukkan ke dunia Internasional bahwa Indonesia telah sah sebagai negara yang merdeka.

Tahun 1946 Sukarni terpilih menjadi anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP), yang mana ia sangat keras menentang perundingan antara RI dengan Belanda. Karena sikapnya inilah ia dipenjara, meski tidak berlangsung lama.

Hubungan dekatnya dengan Tan Malaka kemudian membuahkan sebuah gagasan bersama untuk mendirikan Partai Politik yang kemudian disebut Partai Murba (Musyawarah Orang Banyak) tahun 1948. Tokoh lain yang juga terlibat pendirian Partai ini adalah Adam Malik dan Chaerul Shaleh. Namun Tan Malaka menghilang 3 bulan setelah Partai berdiri, yang konon ditembak mati.

Sementara Sukarni duduk sebagai ketua Umum. Partai Murba mengikuti dua kali Pemilu di tahun 1955 dan 1971. Partai Murba termasuk salah satu yang menentang PKI waktu itu, dan berselisih paham dengan peristiwa 1926/1927 era Muso. Bahkan Tan Malaka terlibat perdebatan sengit dengan Muso.

Karir politiknya berlanjut, setelah pada pemilu 1955 ia terpilih menjadi anggota Dewan Konstituante, lalu menjadi diplomat sebagai duta besar RI untuk Tiongkok dan Mongolia dari tahun 1961-1964. Salah satu keberhasilan Sukarni sebagai dubes adalah menyakinkan Tiongkok untuk mengakui Irian barat sebagai bagian dari NKRI.

Suhu politik memanas ketika Sukarni kembali ke Indonesia. Waktu itu ia melihat betapa kuatnya PKI dan betapa condongnya Soekarno kepada Partai yang dipimpin Aidit tersebut. Sukarni kemudian menemui Soekarno di Istana Bogor dan memperingatkan agar Soekarno jangan terlalu dekat dengan PKI.

Ternyata itu berbuntut panjang. Partai Murba bersama Partai lain termasuk diantaranya Masyumi dan PSI, dibekukan dan tokoh-tokohnya dipenjara termasuk Sukarni. Selama sisa kekuasaan Soekarno, Sukarni mendekam di penjara dan baru dibebaskan pada masa orde baru.

Tidak hanya itu, Partai Murba pun direhabilitasi kembali, dan Sukarni diangkat menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA) sebagai penasehat Presiden Soeharto. Sukarni meninggal di usia 54 tahun pada 7 Mei 1971 dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.

Pada tanggal 7 November 2014, Sukarni mendapatkan gelar Pahlawan Nasional dari Presiden Joko Widodo sebagai tokoh pejuang kemerdekaan Republik Indonesia. Tentu nama Sukarni sangat layak mendapatkan gelar ini, mengingat kiprahnya dalam mendidik anak-anak muda, serta sumbangsihnya dalam mengabarkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia, meski sering kali harus merasakan kerasnya jeruji besi karena berbeda pendapat dengan penguasa. []

Blitar, 5 November 2017
Ahmad Fahrizal Aziz
www.fahryzal.com

: dari berbagai sumber

Ahmad Fahrizal Aziz

Blogger, Aktivis Literasi, suka jalan-jalan dan nongkrong

Posting Komentar

Tinggalkan komentar di sini, terima kasih sudah mampir.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak