Ahad sore (27/07/17) saya mampir Philokofie untuk ngopi sejenak. Biasanya ahad sore begini, tempat itu diramaikan oleh teman-teman komunitas penulis. Namun hari itu pertemuan dilakukan di tempat lain. Saya memesan kopi kalosi dari Sulawesi Selatan.
Ngopi memang jadi kebiasaan hampir setiap pagi dan sore. Paginya, tentu ngopi di rumah. Takarannya pun tak begitu banyak sebenarnya, hanya gelas kecil. Kalau di Philokofie teknik seduhnya bisa beraneka ragam, kalau di rumah ya diaduk biasa, teknik tubruk namanya. Bedanya pula, kalau di Philokofie kopinya murni, biji yang langsung di grinder / dihaluskan pakai alat tertentu. Kalau di rumah, ya hanya kopi bubuk sachetan. Rasanya jelas jauh beda.
Kopi bubuk sachet kemungkinan sudah bercampur dengan jagung atau beras yang ikut disangrai, sehingga warna kopinya menjadi hitam pekat. Rasanya tentu berbeda dengan kopi yang asli kopi.
Sore itu sembari membicarakan tentang kopi murni, saya digilingkan aceh gayo honey oleh Mbak Ratna, untuk beberapa seduh. Lumayan bisa diseduh di rumah, menyeduh kopi yang beneran kopi. Barangkali, demi sebuah rasa, saya akan mulai membelo biji kopi dan menghaluskannya sendiri. Kebetulan sudah banyak penjual biji siap giling dan kemudian tinggal diseduh. []
Tags:
cerpri