Jancuk






Tidak ada yang benar-benar tahu apa arti sebenarnya dari kata “Jancuk”. Hanya saja, kata ini dianggap negatif karena sering muncul saat memaki orang, mengumpat, dan marah. Meskipun di daerah lain, seperti Malang dan Surabaya, kata ini lumrah diucapkan, hanya untuk sekedar menyapa teman yang sudah benar-benar akrab.

Jancuk kerap disebut kata negatif, meskipun secara harfiah kita juga tidak tahu apakah itu benar-benar kata negatif. Negatif tidaknya berkaitan dengan suasana saat mengucapkannya. Seperti kata “anjing” dan “asu”.

Anjing adalah nama hewan, bukan kata negatif. Kalau orang bilang “eh itu ada anjing lepas”, tidak ada yang aneh dan perlu marah. Namun jika kata anjing digunakan untuk memaki, “eh dasar anjing lu”, bisa memicu pertengkaran, bahkan adu jotos.

Waktu pertama naik bus ke Malang, saya sempat kaget ketika kenek bus bilang “ayo kacuk, kacuk persiapan”. Wah, orang ini kok tidak sopan sekali? bathin saya. Ternyata kacuk adalah nama tempat. Jika ingin ke Malang kota, orang lebih memilih turun di kacuk, lalu naik angkot. Karena disana banyak sekali angkot dan taksi yang mangkal.

Orang Malang sendiri sudah biasa menyebut nama “kacuk”, karena memang itu nama daerah. Barangkali ada banyak nama daerah—dalam bahasa yang berbeda—yang dalam bahasa lain mengandung arti yang sensitif.

Begitu pun dengan kata Jancuk dan anjing. Nama-nama hewan memang sering dilekatkan untuk perilaku manusia yang tak senonoh. Babi, kucing, ayam, kampret, buaya, serigala, dlsb.

Bahasa memang sangat melakat pada budaya sekitar. Bahkan dalam satu budaya pun, terdapat beberapa sub budaya yang berbeda. Seperti budaya Jawa, ada beda antara Jawa mataraman, dengan Jawa pantura (termasuk Malang di dalamnya). Di Jogja, memanggil orang yang lebih tua dengan kata “sampean” bukan sesuatu hal yang sopan. Namun di Jawa bagian lain, termasuk Blitar, Tulung Agung, dan sekitarnya, itu masih dianggap sopan.

Selain faktor kebiasaan, nilai sebuah kata juga tergantung pada suasana yang tengah terjadi. Inilah kenapa kata “Jancuk” masih sangat riskan diucapkan, bahkan bisa menimbulkan problem, karena diucapkannya berbarengan dengan amarah.

Jadi negatif tidaknya kata “Jancuk”, sangatlah bergantung pada suasana. Karena apa arti sesungguhnya, kita pun juga masih menerka-nerka. []

Blitar, 12 Mei 2017
A Fahrizal Aziz

Ahmad Fahrizal Aziz

Blogger, Aktivis Literasi, suka jalan-jalan dan nongkrong

Posting Komentar

Tinggalkan komentar di sini, terima kasih sudah mampir.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak