Orang yang berkomentar sinis padamu, adalah orang yang berada jauh di bawahmu. Pepatah tersebut agaknya ada benarnya. Misalkan, ada orang yang banyak omong, mengomentari apa yang telah kamu lakukan, menguliti kelemahannya, tapi tak bisa menunjukkan sesuatu yang bahkan sepadan, entah karena enggan, atau karena memang dasarnya banyak omong.
Di kehidupan nyata, banyak orang yang lebih suka menghambat, ketimbang memberi jalan. Lebih banyak yang nyinyir, ketimbang memberi solusi. Ia terlihat pintar, tapi kosong.
Omong memang perkara mudah. Hanya bermodal mulut. Itulah yang seharusnya kita hindari, jikalau kita tak bisa memberikan solusi. Karena itu hanya akan mempersulit, mematahkan usaha seseorang. Padahal Nabi bersabda, agar kita sebagai manusia saling membantu meringankan beban saudara kita. Bukan menambahi, dengan omong kosong yang kita buat.
Namun sebaliknya, omongan bisa menguatkan, memberi energi, inspirasi, jalan untuk mendapatkan sebuah solusi. Bukan omong kosong. Namun omong yang berisi.
Orang yang omongannya berisi, bukan berarti memiliki pengalaman yang lebih banyak. Namun dalam kalimat yang ia omongkan, terselip apresiasi, keinginan yang tulus agar yang dia omongkan bisa berubah lebih baik. Bukan sekedar omong yang ingin menunjukkan dirinya lebih pintar, lebih mengetahui segalanya, namun ternyata kosong, karena hanya dirinya yang ingin ia tonjolkan.
Namun omong berisi tidak gampang dilakukan, selain butuh ketulusan hati agar yang dia omongkan menjadi lebih baik, juga setidaknya butuh pengetahuan. Pengetahuan akan memberikan bobot atas setiap omongannya, sehingga menjadi berisi.
Sekarang kita putuskan saja, apakah kita menjadi bagian dari mereka yang omong kosong atau omong berisi. []
10 April 2017
Tags:
Senggang