Pernah ada mahasiswa baru yang bertanya begini : kalau ikut OMEK kita ngapain? Pertanyaan itu muncul tentunya atas perbandingan dari organisasi lain, semisal OMIK, UKM/Ormawa, dan Komunitas-komunitas.
Misal ikut UKM, biasanya jelas aktivitas di dalamnya. Ada UKM Penelitian, Jurnalistik/LPM, Musik, Teater, KSR, Pramuka, dll. Begitupun dengan ikut komunitas, ada komunitas pecinta buku, komunitas blogger, penulis, dll.
Begitupun dengan Ikut OMIK (Organisasi Mahasiswa Intra Kampus), meski kompleksitasnya hampir sama, tapi secara program biasanya lebih spesifik. Misal HMJ/Himaprodi Pendidikan, biasanya membuat program-program yang berkaitan dengan itu. Begitupun kalau sudah berada di BEM, tugas pokoknya seperti melaksanakan Ospek, dlsb.
Lalu bagaimana dengan OMEK? Organisasi yang disebut OMEK itu antara lain GMNI, HMI, IMM, KAMMI, PMII, PMKRI, HIKMAHBUDHI, dll. Dalam satu kampus, OMEK biasanya memiliki struktur masing-masing di tiap fakultas. Disebutnya komisariat atau rayon. Gabungan dari komisariat itu disebutnya Korkom (Koordinator Komisariat). Gabungan dari rayon disebut komisariat.
OMEK biasanya bersifat hirarkis-struktural, yang wilayahnya meliputi fakultas, kampus, kota/kab, provinsi, hingga nasional. Sebutannya macam-macam. OMEK memiliki ideologi, baik yang bersifat tradisional, modern, hingga transnasional.
Tiap-tiap OMEK memiliki blue print, atau biasa disebutnya nilai dasar perjuangan/pergerakan. Juga masing-masing punya sistem perkaderan yang menjadi pedoman, dari level nasional sampai kampus.
Secara personifikatif, corak kader OMEK A, B, C, bisa terlihat. Memang, ada OMEK yang secara mainstream pemikirannya berdekatan.
Arah gerakan
OMEK sebenarnya memiliki banyak program. Mulai dari program perkaderan, meliputi pengayaan ideologis, administrasi organisasi, hingga program pengembangan keilmuan dan keterampilan tertentu. Namun OMEK sering tercitrakan sebagai gerakan politik.
Perhelatan pemilu kampus, biasanya diwarnai oleh OMEK. Baik yang menggunakan sistem partai atau non partai. Stigma itu juga melekat dari level cabang dst. Bahkan iklim politik juga muncul di internal OMEK itu sendiri, terlebih pada level provinsi dan nasional.
Karena bersifat hirarkis-struktural, kekuatan OMEK lain juga terletak pada jejaring alumni. Bahkan hampir semua OMEK memiliki korps alumni. Alumni-alumni tersebut banyak yang menjadi pejabat, birokrat, pengusaha, akademisi hingga aktivis sosial dari berbagai bidang.
Jejaring alumni itulah yang pada akhirnya juga menjadi kekuatan politik tersendiri, baik yang bersifat praksis-vertikal maupun kultural-horisontal. Melihat dari sudut itu, OMEK memang memiliki daya tariknya tersendiri. Apalagi kalau memiliki figur-figur populis di level nasional. Baik populis karena posisi politiknya, maupun populis karena kiprah sosial dan pemikirannya.
Bagi mahasiswa baru, OMEK bisa menjadi preferensi organisasi, sekaligus preferensi ideologisnya. Bahkan bisa sekaligus menjadi preferensi politik. Selamat menimang-nimang. (*)
Blitar, 29 Agustus 2016
A Fahrizal Aziz
A Fahrizal Aziz