Entah sejak kapan kita mengidap ketakutan berlebih. Tidak hanya skala individu, tapi sosial. Jadi, mungkin kalau dalam Ilmu Psikologi disebut Psiko-sosial. Padahal, yang kita tahu, negara-negara yang mengidap Psikososial akut itu adalah negara besar dan adidaya. Salah satunya Amerika.
Apa bentuknya, salah satu yang kentara adalah Islamophobia. Ketakutan terhadap Islam dan Penganutnya. Memang sebagian besar bangsa Amerika tengah 'menyembuhkan' diri dari penyakit itu. Tapi masih ada sisa-sisanya, salah satunya adalah kandidat calon Presiden Amerika, Donal Trump, yang survey-nya masih top 2.
Ketakutan itu diwujudkan dengan sikap semena-mena dan cenderung menindas. Membuat terminologi terorisme untuk Islam, hingga menghancur leburkan negara-negara Islam yang tidak sepaham dengan Politik Luar Negerinya. Kecuali Arab, yang memang sejak lama menjadi couple state dengan Amerika.
Islamophobia juga pernah muncul di eropa. Pembantaian imigran Muslim oleh Ratko Mladic di Sarajevo menjadi peristiwa paling mengerikan tentang Islamophobia yang sangat akut.
Takut memang sifat alamiah manusia. Tapi ketakutan yang berlebih hingga merasa selalu terancam adalah penyakit Psikologi. Itu semacam skizrofrenia. Mengkhawatirkan sesuatu yang terlalu berlebihan, yang sebenarnya tidak demikian adanya.
Mereka yang mengidap Islamophobia memiliki imajinasi tersendiri tentang Islam yang mengerikan dan selalu merusak. Islam yang kejam dan sadis. Padahal tidak begitu adanya. Kalaupun ada, jumlahnya hanya segelintir. Tidak sampai 10 persen dari lebih dari 2 Milliar Populasi Umat Islam di Dunia. Tapi karena sudah mengidap phobia, pikiran negatif itu yang dominan muncul.
Belakangan ini di Indonesia juga marak isu LGBT. Terlihat betul betapa dramatikalnya isu yang berkembang. Mulai dari narasi keberpihakan asing, termasuk PBB, hingga ketakutan adanya konspirasi global untuk mendukung LGBT di Indonesia.
Pada kadar tertentu, muncul Homophobia yang akut. Termasuk lembaga yang mewakili negara di bidangnya, hingga mengeluarkan surat edaran yang tidak boleh menayangkan hal-hal tertentu. Belum lagi muncul kekhawatiran lain yang entah ada atau tidak, terbukti atau belum, ada di Masyarakat.
Tapi yang jelas, jangan sampai kita mengidap phobia juga. Mereka yang mengidap phobia cenderung tidak bisa jernih dalam berfikiran. Ketakutan, negatif thinking mereka lebih mendominasi ketimbang persoalan yang utama. Jika mencari solusi, akhirnya solusi yang muncul pun kerap kali tidak solutif. Ya seperti salah satunya, munculnya surat edaran tersebut.
Orang barat mengalami ketakutan yang berlebih dengan Islam karena takut Islam membawa kekacauan. Atau mereka takut terpengaruh. Orisinalitasnya hilang. Begitu pun dengan kita yang Homophobic. Takut tertular jadi homo. Merasa terancam. Merasa jati dirinya dicuri.
Padahal, baik agama maupun orientasi seksual adalah hal yang sangat personal. Bagaimana kita bisa kehilangan sesuatu yang sangat personal itu kalau memang pertahanan kita kuat? Tidak. Mungkin kita memang sudah rapuh dari dalam. Sudah ikut-ikutan mengidap phobia. Sudah didominasi oleh kekhawatiran dan ketakutan yang berlebih.
Kita takut jati diri kita dicuri. Kita takut personalitas kita hilang. Padahal jadi diri itu bukan sesuatu yang bersifat material. Mungkin sebenarnya kita tengah mengidap Cleptophobia. Takut kehilangan. Takut dicuri.
6 Maret 2016
A Fahrizal Aziz