Perasaan yang terbelah dan Hati yang bertumbuh



Malam ini menjadi sangat berbeda. Aku seperti tersedot ke dalam dua suasana yang benar-benar berlainan. Suasana bahagia karena tahu kamu telah menemukan seseorang yang selama ini menjadi teka-teki hatimu, dan suasana haru karena dengan begitu, pupus sudah perjalanan asmara antara aku dan kamu, yang selama ini berjalan begitu mengalir. Tanpa mengenal sebuah definisi bernama hubungan atau ikatan.

Memang. Seperti kataku sendiri, Hubungan atau Ikatan tak perlu sebuah tali. Karena ia tak saling menjerat, tapi dengan sendirinya bertumbuh dan semakin kuat. Namun apakah kita mampu bertahan dalam keadaan ini? Setidaknya, ketika tiba waktunya bagi kita untuk menjalin sebuah ikatan. Tetapi lagi-lagi, entah hanya sebatas justifikasi atau benar-benar terilhami, kau membenarkan kata-kataku itu.

“Ra’, hmm... aku mau tanya satu hal,” ucapku beberapa hari yang lalu.
“Apa, Rey?”
“Hmm.. aku pengen tahu. Gimana sih perasaan kamu ke aku?” tanyaku.

Kau terdiam agak lama, dan kemudian tersenyum sumringah. “Perasaanku masih sama sejak kita bertemu pertama kali,” jawabmu.

Aku terperangah. “Maksudmu?”
“Ya. Bagiku kau si Rey yang dulu, waktu pertama kali kita bertemu sejak aku pindah dari Bandung, 5 tahun lalu.”
“Hanya itu saja?”
“Hmm.. betul.”

Belum sempat penjelasan itu berlanjut. Kau sudah menceritakan sosok Betral yang kau puja-puja itu. Dan dari hari ke hari, aku semakin menangkap jika kekagumanmu kepada Betral bukanlah kekaguman biasa. Kau mengagumi dia bukan berdasar logika, tapi melalui perasaan yang mendalam. Dengan kata lain, kau mencintai Betral.

“Jujur saja Ra’. Aku nggak apa-apa kok,” desakku suatu hari.
“Tapi Rey, aku emang Cuma kagum sama dia. Dia itu smart, low profile dan ganteng sih,” jawabmu.

“Aku tahu kamu berkata kayak gitu karena kamu tahu aku punya perasaan tertentu padamu kan, Ra’. Dan kamu nggak mau jujur karena takut menyakitiku, bukan?”

Kau terdiam. Sementara aku, dengan besar hati mengatakan jika Betral adalah lelaki terbaik untukmu, dan kau tak perlu sungkan untuk berkata sesuatu padanya. Ketika bicara seperti itu, separuh hatiku serasa remuk, namun separuhnya lagi merasa lega. Karena Ada kalanya kita memperjuangkan dia yang kita cintai, tapi ada kalanya pula kita membiarkan ia tumbuh dengan pilihan hatinya sendiri. Karena kita memilikinya lebih dari sekedar definisi bernama ikatan.

Malam itu pula, kau mengabarkan jika antara kau dan Betral, sudah memiliki sebuah hubungan khusus yang saling mengikat sebagai sepasang kekasih. Dan aku menerima informasi tersebut dengan gejolak yang luar biasa. Rasanya hati ini terbelah menjadi dua. Antara bahagia dan kecewa. Berbaur menjadi secangkir kopi dengan takaran pas antara manis dan pahit.

Aku sadar diri, jika hati tak bisa dipaksakan. Kecuali, jika kau ingin melihatnya patah dan tak utuh. Seperti halnya perasaan. Rara’ mungkin mudah saja berkata kalau aku adalah lelaki terbaik dalam hidupnya, tapi hati selalu memiliki bahasanya sendiri. Ia berbicara dalam retorika lain yang kadang sangat jauh berbeda dari apa yang terfilter dalam pita suara. Suara hati Rara’ tak berbicara padaku, ia berbicara kepada Betral. Hatinya bertumbuh bersama Betral, sekalipun aku adalah patner setianya selama 5 tahun ini.

Segalanya tak bisa dipaksakan, dan Rara’ telah menemukan jala tambatannya sendiri. Aku pun bahagia, meskipun juga kecewa. Susah memang. Tapi bahagia dan kecewa itu ibarat air dan minyak, tak bisa bersatu tapi bisa saling bertumpu.

Selamat ya, Ra’.

17 September 2014
A Fahrizal Aziz

Ahmad Fahrizal Aziz

Blogger, Aktivis Literasi, suka jalan-jalan dan nongkrong

Posting Komentar

Tinggalkan komentar di sini, terima kasih sudah mampir.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak