Muhammadiyah : dari Jogja, Minang, hingga pesisir lamongan



Lamongan menjadi salah satu daerah subur munculnya kader IMM pun Muhammadiyah yang cukup signifikan di Jawa Timur. Di IMM Malang saja, kader asal Lamongan, atau setidaknya pantura (Gresik, Tuban, Bojonegoro) terbilang cukup dominan. Di IMM UIN Malang, bahkan jumlahnya bisa 60-70%. Menarik, karena Lamongan terkenal sebagai tempat yang panas, agak tandus, dan sulit air tawar, terutama di daerah pesisir. Akan tetapi, jika dikaji secara geo-historis, ternyata daerah pesisir lah awal mula munculnya modernitas dalam banyak hal, terutama pemikiran.

Sebelum masuk ke pembahasan Muhammadiyah mulai dari Jogja, lalu Minang dan Lamongan, saya ingin sedikit bercerita tentang Kebudayaan Maritim atau bahasa sederhananya, daerah pesisir yang berkembang di dunia.

Sejak dahulu kala, daerah pesisir memang selangkah lebih maju dari daerah daratan pedalaman. Terutama dalam hal ekonomi dan pemikiran. Jika mundur jauh kebelakang, Ilmu Pengetahuan konon terbit dari Yunani, ratusan tahun sebelum masehi. Tokoh-tokohnya yang populer kita kenal sekarang ini : Aristoteles, Plato, Sokrates, dll. Yunani sendiri, terletak di eropa selatan, daerah mediterania yang berbatasan dengan laut tengah. Yunani masuk dalam lima negara yang memiliki kebudayaan maritim terbesar didunia.

Selain Yunani, negara yang dikenal besar dan ekspansionis adalah Britania (sekarang Inggris raya) Inggris adalah negara penjajah terbesar didunia yang pernah menjajah lebih dari separuh muka bumi. Bahkan Amerika Serikat, Kanada, hingga Asia tenggara, tidak luput dari jajahannya. Britania sendiri adalah kawasan maritim di daerah eropa utara, yang bersinggungan langsung dengan samudra Atlantik.

Negara lain yang juga sangat ekspansionis adalah Portugis, yang kekuasaan terdahulu meliputi Spanyol. Portugis berlayar hingga ke Amerika Latin dan pernah singgah di Indonesia. Portugis sendiri terletak diujung barat eropa, yang dikenal dengan daerah Skandinavia. Berdekatan dengan selat Gibraltar, Samudra Atlantik, dan laut tengah.

Selain tiga wilayah eropa tersebut, satu wilayah maritim yang sangat terkenal adalah Jepang (Nippon). Jepang termasuk negara ekspansionis secara politik dan ekonomi, namun Jepang juga memiliki tradisi filsafat yang kuat. Yaitu ajaran Shinto, Falsafah Yin-Yang, dan lima elemen kehidupan : Tanah, air, api, udara, dan logam. Yang pengaruhnya bahkan hingga ke China. Jepang juga memiliki jenis kebudayaan lain yang banyak sekali jumlahnya.

Terakhir, yang konon juga daerah maritim terbesar adalah Nusantara. Nusantara meliputi Indonesia, Malaysia, Siam (Thailand), Champa, Filipina dan Taiwan. Jejak historicalnya bisa kita baca dibuku-buku sejarah kerajaan, atau sumpah palapa yang dibuat oleh Gajah Mada. Konon, kekuasaan Sriwijaya dan Majapahit dulu memang sampai ke Taiwan.

Salah satu bukti otentik yang mewakili besarnya kebudayaan maritim di masa lalu ini adalah pengguna aksara. Aksara latin digunakan sebagian besar penduduk dunia, yang konon merupakan elaborasi dari tiga kebudayaan maritim di eropa. Inggris bahkan menjadi bahasa international. Bisa dimaklumi karena negara ini merupakan negara penjajah terbesar didunia. Selain itu, huruf kanji jepang juga memiliki pengaruh yang kuat, terutama di daerah Korea, China, Hongkong, Taiwan, Kamboja, dan Thailand. Meskipun memiliki perbedaan secara grafologis disetiap negaranya.

Hal yang sama juga terjadi dengan Sanskerta antara Indonesia dan India. Di Indonesia kemudian muncullah aksara Jawa, Hanacaraka. Kalau Sunda Carakan. Di beberapa daerah bisa berbeda lagi. Ini menunjukkan jika Peradaban Maritim (pesisir) yang berkembang dahulu, memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, terutama budaya literasi. Apalagi, ketika berlayar ke suatu tempat dan harus bertemu dengan banyak orang asing, akhirnya terjadilah komunikasi yang disana terciptalah bahasa. Bahasa itu kemudian menyebar seiring dengan sejauh mana pelayaran yang dilakukan.

Baru sekitar abad awal masehi, ketika bangsa Arya yang berbasis daratan melakukan pengembaraan, corak peradaban mulai berubah. Mereka mulai bersentuhan dengan masyarakat pesisir, para saudagar dan pelayar. Akhirnya terjadi interaksi budaya. Apalagi sejak munculnya Agama, terutama Islam di abad keenam dan melakukan ekspansi besar-besarnya yang disebut Dakwah. Belum lagi Nabi Muhammad yang seorang pedagang, yang sering melakukan perjalanan keluar masuk kota.

Nabi lahir tahun 571 M, diangkat menjadi Nabi dan Rasul tahun 610 M. Pada tahun 600-an itu, di Nusantara sudah muncul Kerajaan besar bernama Sriwijaya, bahkan kekuasaannya hingga tahun 1400-an Masehi. Di India pun sudah muncul Kerajaan Arya, Di daratan Thailand sudah muncul kerajaan Siam, dan China sudah muncul beberapa Dinasti. Di Arab muncul kabilah-kabilah, yang paling terkenal adalah Kabilah Quraisy. Mereka semua berdagang, dan bertemu di Tiongkok. Pada abad ke 7, Tiongkok memang menjadi pusat perdagangan yang sangat ramai. Bahkan pelayaran lintas negara sudah biasa terjadi. Kalau kita ingat, salah satu tokoh yang pernah mendarat ke tanah Jawa (Cirebon) adalah Laksamana ChengHo yang seorang Muslim.

Pertanyaannya, darimana Cheng Ho mengenal Islam? Ada spekulasi bahwa banyak sekali saudagar Arab yang berdagang hingga ke China, termasuk Sang Nabi sendiri.  Maka pernah muncul hadits berbunyi Tuntutlah Ilmu Walau ke negeri China. Hal itu dikarenakan Nabi takjub dengan para saudagar disana, yang berdagang dengan peralatan modern seperti kapal laut dan barang-barang langka semisal rempah-rempah atau guci-guci. Sementara di Arab, masih menggunakan onta padang pasir.

Bayangkan, di zaman Nabi Muhammad sekitar abad ketujuh, ketika mereka masih saling bunuh-membunuh antar kabilah, di Indonesia (Nusantara) sudah berdiri kerajaan yang modern. Sudah lepas dari Dinasti, Kabilah-kabilah, Klan, atau Suku-suku. Namun pengaruh arab yang cukup dominan salah satunya adalah bahasa dan kesusantraan. Apalagi ketika Islam semakin berkembang dan masuk ke semenanjung Malaka. Terjadilah interaksi budaya antara Arab dan Nusantara yang memunculkan dialek Melayu. Pantun, puisi, karmina dll konon adalah adaptasi dari sastra arab.

Bahkan dalam hal kebahasaan, Arab lebih kuat dibandingkan Haiku Jepang. Sehingga Indonesia menjadi kawasan pertemuan tiga bahasa : Aksara (Jawa), Arab, dan Sanskerta. Orang terdahulu, biasanya pintar hanacaraka dan menulis arab yang dalam tradisi jawa disatukan menjadi pego (pegon). Baru ketika kolonialisme datang, berawal dari Portugis, Belanda, dan Inggris, kita menjadi sangat kebarat-baratan (western) dan mulai mengenal aksara latin.

Sebenarnya, tulisan ini adalah cara saya untuk menguji sejauh mana ingatan dan analisis terhadap sejarah peradaban yang saya baca. Saya pun mencoba mengaitkan dengan sejarah perkembangan Islam, hingga Muhammadiyah yang lahir di Jogja, dikembangkan di Sumatra Barat (Minang) hingga kontekstualisasi ke pesisir Lamongan. Tapi mungkin akan saya lanjutkan besok, karena otak saya lelah sekali. Sepertinya saya harus mengistirahatkan sejenak otak yang sudah mendidih ini. Takut meledak. hehe,

Bersambung ....

26 Februari 2015,
A Fahrizal Aziz

Ahmad Fahrizal Aziz

Blogger, Aktivis Literasi, suka jalan-jalan dan nongkrong

Posting Komentar

Tinggalkan komentar di sini, terima kasih sudah mampir.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak