Seperti menyeduh aroma masa laluKau hadir disaat rapuh relungku mengeja keadaanBias suaramu, menukil kisah yang pernah tergambar jelas di memori otakkuDengan sedikit tersedu, terbayang lagi senyum itu dalam ketiadaanSeindah apapun nyanyian, Hujan jauh lebih merduKarena iramanya seperti sihir yang menenggelamkanku dalam lautan kerinduanSesak memang, karena masa itu tlah tiada, hanya kata rindu yang mewakiliBertambah hening, karena terkadang kita tak tahu apa yang kita rindukanSetidaknya, kita bisa menikmatinyaMenikmati kehampaan itu, menikmati rintik syahdunyaMenikmati cumbuan mesranya? Entahlah.Seperti tanya, namun begitu terasaAtau kita terlampau melankolis?Hujan hanya siklus biasa, tak ada yang istimewa, tak ada yang perlu di cernaSemua hanya kehendak Tuhan, tak perlu dilebih-lebihkanBiarkan itu berjalanNamun, aku begitu menikmati hujanSetidaknya kita bisa berlama-lama di teras depanMerenungi rintik demi rintik yang terngiang laksana pesan langitMengeja kehadirannya yang kadang menentramkan jiwaHujan .....Siapakah engkau?Makhluk kah? Atau hanya tetesan air?Tapi aku begitu merasakan getaran rohmuMalang, 28 Oktober 2013A Fahrizal Aziz
Tags:
puisi